Pada tanggal 11 Juni 2018, Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia memutuskan untuk mencabut aturan mengenai presidential threshold yang tertuang dalam Undang-Undang Pemilu 2017. Presidential threshold merupakan persyaratan jumlah suara minimal yang harus didapatkan oleh calon presiden dan wakil presiden agar dapat ikut serta dalam pemilihan presiden. Dalam Undang-Undang Pemilu 2017, presidential threshold ditetapkan sebesar 20% dari kursi DPR atau 25% dari total suara sah pemilu legislatif.
Keputusan MK untuk mencabut presidential threshold ini disambut baik oleh berbagai pihak, terutama para pengamat politik dan aktivis masyarakat sipil. Mereka berpendapat bahwa presidential threshold merupakan hambatan bagi demokrasi yang seharusnya memberikan kesempatan yang sama bagi setiap calon presiden untuk ikut serta dalam pemilihan presiden. Dengan mencabut presidential threshold, diharapkan akan ada lebih banyak variasi calon presiden yang dapat dipilih oleh masyarakat.
Selain itu, pencabutan presidential threshold juga dianggap sebagai langkah untuk mendorong partisipasi politik yang lebih luas dari berbagai kalangan masyarakat. Dengan tidak adanya batasan suara minimal yang harus didapatkan oleh calon presiden, diharapkan akan muncul calon-calon independen atau dari partai kecil yang memiliki potensi untuk memimpin negara dengan baik.
Namun, tidak semua pihak setuju dengan keputusan MK untuk mencabut presidential threshold. Beberapa pihak berpendapat bahwa presidential threshold masih diperlukan untuk mencegah terjadinya fragmentasi politik yang berpotensi mengganggu stabilitas pemerintahan. Mereka khawatir bahwa dengan pencabutan presidential threshold, akan muncul banyak calon presiden tanpa dukungan yang cukup sehingga mempersulit proses pemilihan presiden.
Meskipun demikian, keputusan MK untuk mencabut presidential threshold telah final dan mengikat. Hal ini menandakan bahwa keputusan tersebut harus dihormati dan diterapkan oleh seluruh pihak terkait, termasuk KPU dan parpol. Dengan demikian, diharapkan bahwa pemilihan presiden di masa mendatang akan lebih demokratis dan mewakili kehendak rakyat secara lebih luas.